Dunia Boy Lay Tjung serasa jungkir balik saat ia didiagnosis mengidap diabetes pada usia 30 tahun. Bagaimana tidak, ayahnya dan sebagian dari tujuh saudaranya juga mengidap penyakit ini. “Mama saya juga meninggal karena penyakit ini,” katanya.
Tapi penderitaannya belum selesai. Ada siksaan baru baginya. Oleh orang di sekelilingnya, termasuk istrinya, ia dilarang mengkonsumsi banyak jenis makanan, porsinya pun drastis dibatasi. “Padahal dulu saya biasa banyak makan. Karena dilarang-larang, saya jadi ngumpet-ngumpet. Akhirnya gula darah saya turun-naik tak terkendali,” katanya.
Baru tiga tahun terakhir Lay Tjung bisa mengendalikan gaya hidupnya. Itu terjadi setelah ia mendapat edukasi tentang pola hidup sehat bagi pasien diabetes dari Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk (RSPIK). “Sekarang sudah tak makan obat, hanya mengatur gizi seimbang,” kata pria langsing berusia 48 tahun ini.
Bersyukur atas kondisinya, Lay Tjun kini membagikan pengalamannya kepada pasien diabetes lain sebagai pandu diabetes di EduCenter Diabetes RSPIK. “Saya ingin keluarga dan orang lain tak sampai menderita diabetes seperti yang saya alami,” katanya.
Edukasi dan pencegahan diabetes memang menjadi kata kunci peringatan Hari Diabetes Dunia, yang diperingati tiap 14 November. Menurut data International Diabetes Federation, saat ini terdapat 285 juta pengidap diabetes di seluruh dunia. Separuhnya adalah penduduk berusia produktif, 20-60 tahun.
“Diabetes bisa berdampak ekonomi sangat tinggi, apalagi dengan komplikasi, baik itu ke ginjal, mata, saraf, pembuluh darah, maupun jantung,” kata Dr dr Achmad Rudijanto, SpPD-KEMD, Ketua Persatuan Diabetes Indonesia dan dosen Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
Berdasarkan data dari International Diabetes Federation, yang beberapa waktu lalu mengadakan pertemuan di Montreal, Kanada, Indonesia menduduki urutan kesembilan dari sepuluh besar negara dengan jumlah pengidap diabetes tertinggi. Profil pengidap diabetes di Indonesia pun lebih banyak berada di kelompok usia muda.
Sementara itu, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar, yang dilakukan Departemen Kesehatan pada 2008 dengan responden sebanyak 24.417 orang dari seluruh Indonesia, prevalensi pengidap diabetes adalah 5,7 persen. “Jika asumsi penduduk Indonesia 230 juta, ada 12 juta pengidap diabetes. Sementara itu, ada fenomena gunung es bahwa yang muncul hanya sepertiga dari total kasus seluruhnya,” kata Rudi.
Yang memprihatinkan, dari riset Departemen Kesehatan pada 2008 itu, ada 11,4 persen yang masuk kategori pradiabetes. Menurut Rudi, mereka yang masuk kelompok pradiabetes ini, jika diuji gula darahnya, berada di angka abu-abu. Dalam arti, kadar gula darahnya lebih tinggi dari normal tapi belum memasuki angka pengidap diabetes.
Berdasarkan persentase pradiabetes itu, diproyeksikan, pada 2030 akan ada 21 juta pengidap diabetes jika tidak ada penanganan dengan edukasi yang tepat untuk mengubah gaya hidup. “Memang berapa lama pradiabetes menjadi diabetes bergantung pada gaya hidup yang bersangkutan,” kata Rudi.
Rudi menyebut obesitas dan kurangnya aktivitas fisik sebagai faktor risiko yang paling besar menyumbang peningkatan jumlah pengidap diabetes dari yang semula pradiabetes.
Dr Roy Panusunan Sibarani, SpPD-KEMD, Ketua Konsultasi Diabetes RSPIK, menimpali bahwa berdasarkan sebuah penelitian, tanpa pengendalian gaya hidup atau lifestyle dan pola makan, hanya perlu waktu 5-10 tahun bagi orang dalam kategori pradiabetes menjadi pengidap diabetes.
Salah satu cara edukasi terhadap pasien dan keluarga untuk mencegah manifestasi pradiabetes menjadi diabetes adalah lewat kelompok edukasi dari pasien untuk pasien. Di RSPIK, edukasi pasien diabetes di antaranya dilakukan dengan perawatan kaki, senam, ceramah diabetes, dan konsultasi gizi.
Gilbert Julien, Presiden Direktur Sanofi-Aventis Indonesia–salah satu perusahaan farmasi penghasil obat diabetes–yang bekerja sama dengan RSPIK dalam pendirian pusat edukasi diabetes, mengatakan, “Diabetes memang masalah besar di dunia. Setiap sepuluh menit ada satu orang di dunia yang meninggal karena penyakit ini, lebih banyak dibanding oleh HIV.”
Karena itu, kata Julien, edukasi diabetes tak bisa dilakukan sendirian oleh dunia medis. “Kita harus melakukannya secara bersama-sama,” katanya. Julien berencana, pada 2010 akan membuat Diabetes EduCenter yang lebih banyak dan tersebar di seluruh Indonesia.
Sumber :
Tempointeraktif | Kamis, 12 November 2009 dalam :
http://indodiabetes.com/menahan-ledakan-pengidap-diabetes.html
Minggu, 06 Desember 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar